Acara pelepasan tak cukup sampai situ, namun masih ada penyampaian
taujihad dari oleh Ustadz Faqihuddin selaku kepala bagian dakwah dan pendidikan
Yayasan PDHI. Taujihad ini merupakan nasihad dan pesan untuk kader dakwah yang
akan diberangkatan. Dalam nasihatnya beliau berpesan bahwa santri mubaligh hijrah
harus menyampaikan pesan santri kepada umat. Dimana pesan santri yang dimaksud
adalah segala budaya dan kebiasaan baik yang ada di pondok. Santri dalam
presepsi orang zaman dahulu itu identik dengan sarung, namun tak hanya itu yang
perlu diajarkan kepada umat. Lebih dari itu, santri harus mampu mengajarkan
tata cara ibadah yang baik seperti yang dilakukan di pondok, akhlak dan
perilaku yang shalih serta mengajak kepada ketaatan kepada Allah SWT. Salah
satu identitas santri adalah kitab, maka ajarkan kepada umat ilmu-ilmu yang
didapat dari pondok.
Mengapa pesan santri yang merupakan identitas santri itu sendiri
harus disampikan (tabligh) dan diajarkan kepada umat? Tidak lain dan bukan
karena pendidikan dalam pondok pesantren merupakan pendidikan yang syumul yaitu
lengkap lagi sempurna. Ustadz Faqihuddin menegaskan kesempurnaan pendidikan
(ta’dib) dalam pesantren karena adanya 5 hal yang dilakukan dalam
pendidikannya. Lima hal tersebut adalah: keteladanan guru, pengajaran,
pembiasaan atas budaya baik dan ibadah, pemberian hadiah atas capaian dan
prestasi serta punishment hukuman yang mendidik. Formulasi pendidikan
yang bisa menerapkan kelima aspek tersebutlah yang mampu mencetak manusia yang
beradab.
Sebagai pamungkas, Ustadz Faqihuddin berpesan kepada seluru santri
mubaligh hijrah untuk menjadi juru pemersatu umat. Hal ini beliau jelaskan
lewat makna filosofis lambang PDHI. Yayasan PDHI memiliki lambang gambar Ka’bah
yang secara ibadah juga merupakan satu kiblat sholat seluruh kaum muslimin.
Namun Ka’bah yang menjadi lambang PDHI menyelami makna lebih dalam lagi, yaitu
gambar Ka’bah yang diambil dari sudut Yamani. Sudut Yamani merupakan lambang
persatuan yang lebih kompleks. Karena ketika ibadah thawaf dilaksanakan doa
yang dilangitkan ketika memulai thawaf dari Hajar al-Aswad berbeda-beda dan
bermacam-macam. Namun ketika sampai pada sudut/rukun Yamani doa para peziarah Baitullah
hanya satu yaitu: “Robbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil aakhiroti
hasanah, wa qinaa 'adzaaban-naar”.
Persatuan yang dirangkul oleh para santri mubaligh hijrah adalah
persatuan atas dasar Islam. Dimana perbedaan adalah rahmat Allah SWT yang
menjadikan manusia dapat saling memahami. Santri mubaligh hijrah harus mampu
membaur dengan masyarakat dan memahamkan masyarakt sesuai dengan kemampuan
masyarakat itu sendiri. Perbedaan yang adalah sesuatu yang niscaya terjadi
dalam kehidupan dan perbedaan bisa disatukan dengan cara yang makruf. Tanpa
kekerasan dan saling menyakiti antar umat.
Setelah taujihad dari Ustadz Faqihuddin sampailah agenda pada
penghujung acara yaitu penutup. Besar harapan kami atas program Santri Mubaligh
Hijrah Ramadhan 1444 H sebagai pembelajaran kader dakwah serta pengenalan
santri atas tanggung jawab dirinya sebagai ummat Nabi Muhammad SAW. Juga besaar
harapan orang tua wali santri ketika menghantarkan kepergian santri mubaligh
hijrah dari komplek pondok pesantren. Teriring doa keselamatan dan keberkahan
bagi pondok pesantren, bagi santri juga bagi umat Islam.
S Bangkit
(22/3/24)