إنَّ أُنَاسًا كَانُوا يُؤْخَذُونَ بالوَحْيِ في عَهْدِ رَسولِ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ،
وإنَّ الوَحْيَ قَدِ انْقَطَعَ،
وإنَّما نَأْخُذُكُمُ الآنَ بما ظَهَرَ لَنَا مِن أعْمَالِكُمْ،
فمَن أظْهَرَ لَنَا خَيْرًا، أمِنَّاهُ وقَرَّبْنَاهُ،
وليسَ إلَيْنَا مِن سَرِيرَتِهِ شَيءٌ،
اللَّهُ يُحَاسِبُهُ في سَرِيرَتِهِ،
ومَن أظْهَرَ لَنَا سُوءًا،
لَمْ نَأْمَنْهُ ولَمْ نُصَدِّقْهُ،
وإنْ قالَ: إنَّ سَرِيرَتَهُ حَسَنَةٌ
الراوي : عمر بن الخطاب |
المحدث : البخاري |
المصدر : صحيح البخاري
الصفحة أو الرقم: 2641 |
خلاصة حكم المحدث : [صحيح]
Dulu semasa Rasulullah masih hidup, dalam menghakimi seseorang, ada beberapa orang yg divonis langsung lewat wahyu.
Sepeninggal beliau, tiada lagi wahyu yg turun untuk menjelaskan status seseorang.
Oleh sebab itu Umar bin Khottob berkata, "Sekarang kami putuskan sikap terhadap kalian berdasarkan tampilan lahir yang nampak dari amal harian kalian."
Siapa yang di hadapan kami menunjukkan tampilan yg baik, maka kami merasa aman dekat dengan mereka, dan kami hormati mereka.
Sama sekali kami tidak punya wewenang dalam menilai batinnya.
Kami serahkan penilaian kondisi batin mereka kepada Allah, biar Dia yang menghisab mereka.
Sedangkan orang yang di mata kami secara lahir nampak buruk, maka kami tidak merasa aman dan percaya kepada mereka, sekalipun secara lesan ia mengaku batinnya itu baik.
وفي الحديثِ: أنَّ الأصلَ في المسلمِ العدَالةُ حتَّى يَظهَرَ منه ما يُنافِيها
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa pada dasarnya, semua orang muslim itu adil, sampai ia menunjukkan sesuatu yg menyelisihi keadilannya.