Kita mengimani kebenaran adanya hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan lain sesudah hari tersebut, ialah ketika umat manusia dibangkitkan kembali untuk kehidupan yang kekal dengan masuk surga, tempat kebahagiaan yang hakiki; atau masuk neraka, tempat siksaan yang pedih.
Untuk
itu, kita mengimani kebangkitan, yaitu
dihidupkannya semua makhluk yang sudah mati oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala di saat malaikat
Israfil meniup sangkakala untuk kedua kalinya. Firman
Allah:
وَنُفِخَ
فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَن شَاء
اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُم قِيَامٌ يَنظُرُونَ
"Dan
ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada
di bumi kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian
ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka bangkit menunggu
(putusannya masing-masing)." (QS.
Az-Zumar/39:
68)
Maka
bangkitlah umat manusia dari kuburnya untuk menghadap kepada Allah, Tuhan alam
semesta, dalam keadaan tak beralas kaki, tak berpakaian, dan tak berkhitan.
Firman Allah:
كَمَا
بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُّعِيدُهُ وَعْداً عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا
فَاعِلِينَ
"... Sebagaimana Kami memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati, sesungguhnya Kami pasti melaksanakannya." (QS. Al-Anbiya'/21: 104)
Sumber : Kitab 'Aqidah AhlusSunnah wal Jama'ah'